Belajar Tanpa Lelah: Strategi Menghadapi Burnout di Kampus

 Diposting pada: Thursday, 06/11/2025, 06:54 WITA
 Penulis: Raisha Azzahro
Sejalan dengan TPB nomor:
SDGs 3 SDGs 4
Belajar Tanpa Lelah: Strategi Menghadapi Burnout di Kampus

umkt.ac.id, Samarinda - Di tengah tekanan akademik yang semakin kompleks, fenomena burnout kian sering dialami oleh mahasiswa. Tuntutan tugas yang menumpuk, jadwal kuliah yang padat, serta ekspektasi tinggi dari diri sendiri maupun lingkungan, kerap membuat mahasiswa merasa kewalahan dan kehilangan semangat. Burnout bukan sekadar rasa lelah biasa, melainkan kondisi serius yang berdampak pada kesehatan mental dan performa akademik.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), burnout merupakan bentuk kelelahan fisik, emosional, danmedu mental. Pada konteks lingkungan perkuliahan, burnout dapat disebabkan oleh beban tugas yang berat, tenggat waktu yang saling berdekatan, serta ekspektasi tinggi dari orang tua atau diri sendiri. Selain itu, kurangnya manajemen waktu dan istirahat yang cukup, turut memperburuk keadaan. Tidak adanya keseimbangan antara kehidupan pribadi dan akademik, juga membuat mahasiswa sulit menemukan ruang untuk beristirahat dan memulihkan energi.

Mahasiswa yang mengalami burnout biasanya kehilangan motivasi, kesulitan berkonsentrasi, merasa kewalahan, bahkan mulai abai dengan perkuliahan. Tidak jarang mereka menarik diri dari lingkungan sosial karena merasa tidak mampu memenuhi standar yang diharapkan. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat berujung pada penurunan performa akademik dan kelelahan emosional yang lebih dalam.

Meskipun demikian, kondisi burnout tetap bisa diatasi. Langkah pertama yang penting dilakukan adalah belajar mengatur prioritas dan jadwal. Menjaga pola hidup sehat, seperti tidur yang cukup, mengkonsumsi makanan bergizi, dan rutin berolahraga, juga membantu menjaga keseimbangan tubuh dan pikiran. Selain itu, mencari bantuan dari teman atau dosen, dapat menjadi cara efektif untuk melepaskan tekanan. Praktik sederhana seperti mindfulness atau istirahat sejenak dari gawai pun dapat memberi jeda bagi otak. 

Mahasiswa Psikologi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT), Shahira, membagikan pengalamannya menghadapi burnout dalam keseharian perkuliahannya. “Burnout itu kondisi saat kita ngerasa capek banget secara fisik dan mental karena tekanan atau tuntutan yang terus-menerus,” ungkapnya. 

“Biasanya muncul kalau kita terlalu maksain diri sendiri tanpa istirahat yang cukup. Aku juga pernah ngalamin burnout, dan waktu itu, cara ngatasinnya dengan ngasih jeda buat diri sendiri. Kita harus take a rest dari hal-hal yang bikin stres dan cari tahu coping-nya apa. Aku biasanya nulis lirik lagu atau puisi, curhat ke orang terdekat, sama fokus ke hal-hal kecil yang aku suka biar semangatnya pulih pelan-pelan.”

Kisah Shahira menunjukkan setiap orang memiliki cara masing-masing dalam menghadapi tekanan. Hal terpenting adalah mengenali tanda-tanda burnout lebih awali dan memberi ruang bagi diri sendiri untuk beristirahat. Kampus pun memiliki peran penting dalam mendukung kesehatan mental para mahasiswanya. Dukungan seperti layanan konseling, pelatihan manajemen stres, hingga apresiasi terhadap usaha atau pencapaian mahasiswa dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih sehat.

Burnout bukan tanda diri kita lemah, melainkan sinyal bahwa tubuh dan pikiran membutuhkan jeda. Dengan mengenali batas diri, menumbuhkan kesadaran, dan saling mendukung, mahasiswa dapat terus belajar serta berkembang tanpa kehilangan motivasi. Pada akhirnya, perjalanan akademik yang baik selalu dimulai dari diri yang sehat, semangat, dan bahagia.

 

Sumber gambar: Freepik

Berita lainnya