Al-Kindi: Pahlawan Intelektual dari Zaman Keemasan Islam
Penulis: Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
umkt.ac.id, Samarinda - Al-Kindi yang memiliki nama lengkap Abū Yūsuf Yaʿqūb ibn Isḥāq aṣ-Ṣabbāḥ al-Kindī diperkirakan hidup pada abad ke-9 (sekitar 801–873 M). Ia dikenal sebagai filsuf Arab pertama dan memiliki pengaruh besar dalam dunia filsafat Islam dan ilmu pengetahuan yang memadukan akal dan wahyu. Selain sebagai filsuf, Al-Kindi juga merupakan seorang saintis dan penerjemah. Masa kecilnya dihabiskan dengan mempelajari tata bahasa, perhitungan, dan kesusastraan Arab.
Sebagai seorang penerjemah, Al-Kindi menerjemahkan teks-teks berbahasa Yunani, salah satunya dari Aristoteles dan Neoplatonis ke dalam bahasa Arab. Hasil terjemahan pun kemudian diadaptasi ke dalam pemikiran Islam untuk disebarkan kepada masyarakat. Dengan adanya alih bahasa ini, Al-Kindi membuka jalan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat dalam dunia Islam.
Al-Kindi turut menyumbang pemikiran di ilmu matematika, optik, astronomi, musik, bahkan pengembangan praktik seperti pembuatan pedang dan kaca. Artinya, Al-Kindi tidak hanya berpikir teoritis, tetapi juga mengaplikasikan ilmunya ke dalam bentuk aksi nyata. Melalui pemikiran dan karya-karyanya, Al-Kindi menyatakan bahwa akal manusia memiliki peran penting. Namun, menurutnya, wahyu tetap menjadi dasar dan orientasi tertinggi. Prinsip itulah yang ia pegang untuk menjembatani filsafat Yunani dengan nilai-nilai Islam. Hal ini, salah satunya, terdapat dalam penolakannya terhadap gagasan Yunani tentang creatio ex materia dan menggantinya dengan konsep creatio ex nihilo yang lebih sesuai dengan kerangka teologi Islam.
Sosok Al-Kindi adalah salah satu dari sekian banyak pahlawan Islam. Al-Kindi merupakan pilar zaman keemasan Islam pada perkembangan dunia ilmu pengetahuan. Hasil pemikiran dan karyanya yang diperkirakan sekitar 260 judul, menjadi revolusi dan ilmu baru yang masih digunakan sampai saat ini. Mahasiswa UMKT bisa terinspirasi dari Al-Kindi untuk tidak hanya menekuni satu bidang ilmu, tetapi juga memiliki kemampuan lintas bidang.
Al-Kindi membuktikan bahwa akal dan iman dapat berjalan bersamaan. Saat ini, di tengah gempuran zaman yang modern, perkembangan teknologi, dan asimilasi berbagai budaya, Mahasiswa/i UMKT diharapkan dapat meneguhkan keimanannya berdiri di atas asas-asas Islam. Sebagai kampus unggulan yang mengusung nilai islami, kita bisa mengadopsi sikap Al-Kindi yang menggunakan akal secara kritis, namun tetap merujuk pada nilai Islam.
Sebagaimana Ilmu yang baik adalah ilmu yang bermanfaat, Al-Kindi mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Para mahasiswa UMKT pun dapat meneladaninya dengan cara melakukan penelitian dan mengabdi kepada masyarakat. Dibantu dengan mengadaptasi pemikiran asing dan menyesuaikannya dengan nilai-nilai Islam, Al-Kindi membutuhkan pemikiran yang kritis. Sikap tersebut sejalan dengan komitmen UMKT untuk memfasilitasi para mahasiswa dan dosen untuk berpikir kreatif, solutif, dan kritis. Sehingga, diharapkan para mahasiswa dan dosen dapat menggunakannya sebagai peluang untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Al-Kindi adalah pionir yang menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan dan filsafat bukanlah antitesis terhadap iman. Bagi mahasiswa UMKT, prinsip ini dapat diterapkan dengan belajar tidak hanya di ruang kelas dan memandang ilmu sebagai amanah untuk kehidupan. Mari kita teruskan semangat belajar, berpikir, berinovasi, dan berkarya untuk diri sendiri, kampus, hingga bangsa.
Sumber foto: Sediksi.com