Menguak Jejak Tambang Kolonial di Loa Kulu: Kunjungan Edukatif Mahasiswa Teknik Geologi dan Pendidikan Sejarah
Penulis: Fajar Alam
Kutai Kartanegara – Sabtu, 9 November 2024, kawasan Loa Kulu yang bersejarah menjadi pusat perhatian dalam kegiatan bertajuk Kunjungan Kota Tambang Kolonial Loa Kulu. Kegiatan ini diprakarsai oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi (HMTG) "Mahakam" Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT) bersama Program Studi Teknik Geologi FST UMKT serta Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Mulawarman (Unmul). Sebanyak 78 mahasiswa dari kedua universitas turut serta menjelajahi sejarah dan geologi kawasan tambang batubara era Hindia Belanda.
Mengupas Geologi dan Sejarah Tambang Loa Kulu
Dua narasumber yang ahli di bidangnya, Ir. Fajar Alam, S.T., M.Ling., IPM, dan Drs. Supriyanto, memberikan pemaparan yang mendalam tentang potensi geologi serta sejarah tambang kolonial di Loa Kulu.
Ir. Fajar Alam menjelaskan kondisi geologi batubara di Cekungan Kutai, termasuk kawasan Loa Kulu, yang menjadi salah satu lokasi unggulan pada masa Hindia Belanda. Ia menyoroti kualitas batubara di wilayah tersebut, model penambangan bawah tanah yang digunakan, serta relevansinya terhadap perkembangan pertambangan di Kalimantan Timur.

Sementara itu, Drs. Supriyanto membahas aspek sejarah Loa Kulu, termasuk infrastruktur era kolonial yang kini menjadi situs bersejarah, seperti rel kereta api, bangunan kolonial, hingga terowongan angkut batubara. "Peninggalan ini tidak hanya mencerminkan kecanggihan infrastruktur masa lalu tetapi juga menjadi bagian penting dari sejarah pembangunan energi di Kalimantan Timur," ungkapnya.


Menjelajahi Situs Bersejarah di Loa Kulu
Peserta mengunjungi tiga situs utama yang menjadi saksi bisu masa kejayaan tambang batubara kolonial:
- Magazijn – Gudang logistik yang dulunya digunakan untuk menyimpan perlengkapan tambang.
- Tugu Pembantaian Loa Kulu – Monumen yang mengabadikan peristiwa tragis pembantaian warga Hindia Belanda dan tentara KNIL oleh tentara Jepang.
- Terowongan Angkut Batubara Desa Sumber Sari – Terowongan dengan kemiringan batuan pada dinding mencapai 60-70 derajat, digunakan untuk membawa batubara dari dalam bumi ke permukaan.
Kunjungan ini memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa untuk memahami hubungan erat antara kondisi geologi dan sejarah lokal dalam membentuk identitas Loa Kulu.
Konservasi dan Nasionalisme
Kegiatan ini tidak hanya bertujuan menambah wawasan tentang geologi batubara dan sejarah kawasan, tetapi juga mendorong peserta untuk peduli terhadap konservasi situs-situs bersejarah. Pemrakarsa berharap kegiatan ini dapat menumbuhkan rasa nasionalisme mahasiswa melalui pemahaman tentang peran strategis Loa Kulu dalam pembangunan di masa lalu.
"Semoga mahasiswa semakin menyadari pentingnya melestarikan situs-situs bersejarah ini, baik sebagai warisan budaya maupun sebagai sumber edukasi yang bernilai tinggi," ujar perwakilan HMTG "Mahakam".

Kegiatan ini membuktikan bahwa kolaborasi lintas disiplin, seperti geologi dan sejarah, mampu melahirkan pemahaman yang komprehensif dan memperkaya pengalaman mahasiswa dalam menelusuri jejak sejarah lokal. Dengan semakin tumbuhnya kesadaran untuk menjaga warisan budaya, Loa Kulu berpotensi menjadi kawasan edukasi dan wisata sejarah yang berkelanjutan.
